Monthly Archives: August 2012

Pemimpin Non Muslim Haram?

Ini bukan artikel saya, hanya sekedar share artikel yang cukup menarik ini di blog saya. Sumber aslinya dari postingan beliau sendiri di http://www.facebook.com/akhmad.sahal.5/posts/10152027294045045
Akhmad Sahal
Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada

Benarkah memilih pemimpin non muslim haram? Setidaknya begitulah pendapat sebagian kalangan Islam seperti yang mengemuka dalam kisruh isu SARA di pemilukada DKI akhir-akhir ini. Dalil Al-Qur’an yang mereka pakai di antaranya adalah surah Ali Imran 28 dan Al Ma’idah 51 . Dalam terjemahan Indonesia, ayat terakhir berbunyi : “Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Kata “pemimpin-pemimpin” pada ayat di atas adalah terjemahan dari kata auliya’. Pertanyaannya, tepatkah terjemahan tersebut? Coba kita telusuri terjemahan ayat ini dalam bahasa Inggris. Yusuf Ali dalam The Meaning of the Holy Qur’an menerjemahkan auliya’ dengan friends and protectors (teman dan pelindung). Muhammad Asad dalam The Message of the Qur’an dan M.A.S Abdel Haleem dalam The Qur’an sama-sama menerjemahkannya dengan allies (sekutu). Bagaimana dengan penerjemah Inggris yang lain? Muhammad Marmaduke Pickthal dalam The Glorious Qur’an mengalihbahaskan kata auliya’ menjadi friends. Begitu juga N.J. Dawood dalam The Koran dan MH. Shakir dalam The Qur’an. Sedangkan berdasar The Qur’an terjemahan T.B. Irving, auliya’ diartikan sebagai sponsors.

Walhasil, tak satupun terjemahan Inggris yang saya sebutkan tadi mengartikan auliya’ sebagai “pemimpin.” Dan secara bahasa Arab, versi terjemahan Inggris ini agaknya lebih akurat. Perlu diingat, kata auliya’, bentuk plural dari waliy, bertaut erat dengan konsep wala’ atau muwalah yang mengandung dua arti: satu, pertemanan dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam kerangka relasi patron-klien).

Karena itulah agak mengherankan ketika dalam terjemahan Indonesia pengertian auliya’ disempitkan, kalau bukan didistorsikan, menjadi “pemimpin”, yang maknanya mengarah pada pemimpin politik. Bisa jadi karena kata tersebut dianggap berasal dari akar kata wilayah, yang memang artinya kepemimpinan atau pemerintahan.

Selintas masuk akal. Tapi kalau kita perhatikan lebih teliti, akan kelihatan bahwa anggapan ini tidak tepat. Mengapa? Kalau memang kata auliya’ bertolak dari kata wilayah, mestinya kata itu disertai dengan preposisi ‘ala. Dengan begitu, kalau QS 5:51 berbunyi ba’dhuhum auliya’ ‘ala ba’dh, auliya’ pada ayat tersebut bermakna pemimpin.Tapi ternyata redaksi ayat tersebut berbunyi ba’dhuhum auliya’u ba’dh, tanpa kata ‘ala setelah auliya’. Jadi tidak pas kalau akar katanya wilayah. Yang tepat, seperti sudah saya sebut di atas, adalah wala.’ Singkat kata, penerjemahan auliya’ sebagai pemimpin terbukti tak berdasar.

Lantas bagaimana kita mesti memahami ayat wala’ seperti QS 5:51 dan QS 3:28 yang secara harfiah melarang kaum mu’min untuk menjalin pertemanan dan aliansi dengan kaum non muslim, apalagi minta perlindungan dari mereka? Apakah ini larangan yang berlaku mutlak atau situasional?
Memahami ayat tersebut secara leterlek dan berlaku mutlak di manapun dan kapanpun akan sangat bermasalah. Ada tiga alasan.

Pertama, makna harfiah ayat itu bertentangan dengan ayat lain yang justru menyatakan kebalikannya. Misalnya ayat yang menghalalkan laki-laki muslim menikah dengan perempuan Yahudi atau Kristen. Dalam ayat yang sama juga ditegaskan bolehnya kaum muslim untuk memakan makanan mereka, dan sebaliknya (Q 5:5) Selain itu, ada juga ayat lain yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang umat Islam untuk “berbuat baik dan berlaku adil” terhadap pemeluk agama lain yang tidak memerangi mereka dan mengusir dari tanah kelahiran mereka (QS: 8).

Kedua, Nabi sendiri pernah menjalin aliansi dan meminta perlindungan dari kalangan non Muslim. Kita ingat cerita hijrah para Sahabat ke Abessina (Habasyah) yang saat itu diperintah oleh seorang raja Kristen. Kisah ini menunjukkan bahwa Nabi pernah meminta perlindungan kepada non muslim. Ketika di Madinah, Rasulullah memelopori pakta aliansi dengan komunitas Yahudi kota itu dalam bentuk Piagam Madinah. Bahkan pada level personal, Nabi bermertuakan orang Yahudi, yakni dari istrinya Sofiah binti Huyai.

Ketiga, kalau QS 3:28 dan QS 5:51 dipahami secara harfiah dan mutlak, lalu bagaimana dengan pendirian Republik Indonesia yang dalam arti tertentu merupakan hasil kerjasama antara kaum muslim dengan pemeluk agama lain? Kasus lain: bagaimana dengan keterlibatan negara-negara Islam di PBB yang nota bene terdiri dari banyak negara non muslim sedunia? Bagaimana pula dengan Saudi Arabia, negara yang tak mungkin berdiri tanpa sokongan dari imperialisme Inggris untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah pada awal abad 20? Sampai sekarang pun kita tahu Saudi mendapat perlindungan dari Amerika Serikat. Bukankah semua itu termasuk dalam kategori menjadikan non muslim sebagai auliya’? Berarti haram? Oh alangkah absurdnya jalan pikiran semacam ini!

Karena itulah ayat tersebut mesti ditafsirkan secara kontekstual. Penerapannya pun tak bisa sembarangan. Di sini ada baiknya saya mengutip Rashid Rida. Menurutnya, ayat-ayat pengharaman aliansi dengan, dan minta proteksi dari non muslim sejatinya hanyalah berlaku untuk non muslim yang nyata-nyata memerangi kaum muslim. Aliansi yang dilarang juga yang nyata-nyata merugikan kepentingan umat Islam ( Tafsir Al Manar, Vol.3, 277).

Pandangan Rida ini juga sejalan dengan pendapat Fahmi Huwaydi, pemikir Islam kontemporer dari Mesir. Dalam karyanya Muwathinun La Dimmiyyun (Warga Negara, Bukan Dzimmi) Huwaydi menyatakan bahwa Islam sejatinya tidak melarang umatnya untuk membangun solidaritas kebangsaan yang berprinsip kesetaraan dengan non muslim, khususnya Kristen Koptik di Mesir. Ayat wala’/muwalah, di mata Huwaydi, mestinya tidak dilihat sebagai larangan terhadap solidaritas semacam itu. Ayat 5: 51, misalnya, sebenarnya diarahkan kepada kaum munafiq yang ternyata membantu pihak non muslim yang kala itu berperang dengan umat Islam.

Dengan kata lain, dalam pandangan Rashid Rida dan Fahmi Huwaydi, QS 3:28 dan QS 5:51 tidak berlaku secara mutlak, melainkan situasional. Artinya, larangan menempatkan non muslim sebagai sekutu atau protektor hanya berlaku manakala pihak non muslimnya jelas-jelas memerangi umat Islam. Adapun jika mereka tidak seperti itu, maka berarti larangan tadi otomatis tidak berlaku.
Menarik untuk dicatat, argumen Rida dan Huwaydi ini sebenarnya bisa dipakai juga untuk membantah klaim sejumlah kalangan Islam yang bergeming untuk memaknai kata auliya’ dalam QS 3:28 dan 5:51 dengan bersandar pada terjemahan Indonesia yang saya kutip di awal tulisan, yakni sebagai “pemimpin.” Dengan demikian, mereka tetap ngotot untuk mengharamkan memilih pemimpin non-muslim. Terhadap mereka kita bisa katakan bahwa ayat tersebut tidaklah berlaku mutlak melainkan situasional. Artinya, larangan menjadikan non-muslim sebagai pemimpin berlaku manakala si non muslim tersebut nyata-nyata memerangi umat Islam. Di luar itu, larangan tersebut tidak berlaku.

Tapi lepas dari itu, kalaupun auliya’ tetap diartikan sebagai “pemimpin,” penerapan QS 3:28 dan 5:51 untuk konteks Indonesia modern juga salah sasaran. Perlu diingat, negara kita berbentuk republik yang menerapkan demokrasi langsung, sesuatu yang sama seklai tidak dikenal dalam sistem politik Islam klasik. Dalam sistem politik Islam klasik yang lazimnya berbentuk kerajaan, otoritas kepemimpinan yang dipegang khaliafah didasarkan pada legitimasi kuasa dari Tuhan, bukan dari rakyat. Pemimpin dianggap sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, dengan kekuasan yang absolut. Tidak ada yang namanya pembagian kekuasaan ala Trias Politica sehingga sang pemimpin memegang kekuasaan tertinggi dalam ranah legislatif, eksekutif, dan yudikatif sekaligus. Dengan kata lain, kepemimpinan dengan model “Daulat Tuanku.”

Ini secara diametral berbeda dengan sistem republik yang menganut asas kepemimpinan bersendi “Daulat Rakyat.” Di sini pemimpin bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi, karena legitimasinya justru berasal dari rakyat yang memberinya mandat melalui pemilu. Kekuasaannya tidak tak terbatas, karena ia bekerja dalam sistem demokrasi yang menerapkan pembagian kekuasaan. Dalam sistem semacam ini, presiden atau gubernur hanyalah pemegang kuasa eksekutif saja alias “hanya” pelaksana. Sebagai pemimpin, ia hanya berkuasa sepertiga.

Dengan demikian, kalau memang pemimpin non-muslim hukumnya haram, mestinya penerapannya untuk konteks negara kita bukan hanya berlaku untuk lembaga eksekutif saja, melainkan juga legislatif dan yudikatif. Ini karena kepemimpinan dalam sistem republik modern bukanlah bersifat personal melaiankan kolektif dan sistemik. Tapi kalau itu dilakukan, maka sejatinya yang diharamkan bukan hanya memilih pemimpin non muslim, melainkan juga bisa mengarah pada pengharaman terhadap republik kita.

Hal lain, kalau memang dipimpin oleh non Muslim hukumnya haram, bagaimana dengan umat Islam yang menjadi warga negara di India, Amerika atau Eropa? Apakah mereka semuanya berdosa hanya karena jadi warga negara di negara-negara yang dipimpin oleh non muslim? Apakah para pemain bola seperti Zinedine Zidane, Mesut Oziel, Sami Khedira, Samir Nasri, Ibrahim Afellay, yang semuanya dipimpin oleh presiden atau perdana menteri non muslim, harus hijrah ke negara orang tuanya masing-masing di Timur Tengah?

Dengan paparan di atas, saya ingin menunjukkan bahwa wacana pengharaman pemimpin non-muslim bukan hanya berbahaya karena membawa kita berkubang dalam isu SARA yang berpotensi memecah belah Indonesia. Yang tak kalah problematis, wacana tersebut ternyata tidak punya pijakan yang kokoh dari kacamata Islam itu sendiri, karena pedomannya adalah terjemahan ayat secara tidak akurat, penafsiran yang sempit, dan penerapan yang salah alamat.

*Dimuat di Majalah TEMPO, Edisi 16 Agustus 2012

Optimisme Bagi Ibu Pertiwi

Di tengah hiruk pikuk euforia perdebatan tiada henti di negeri ini

Masih ada yang mau bekerja tanpa banyak bicara

Di tengah semakin padatnya penduduk di negeri ini

Masih ada daerah yang siap menampung

Di tengah semakin pasrahnya rakyat terhadap nasibnya

Masih ada orang yang tetap gigih bekerja demi hidup yang lebih baik

Di tengah banyaknya rakyat mengeluh kenaikan harga-harga

Masih ada orang yang bersyukur harga masih murah dibanding negeri lain

Di tengah rawan konfliknya negeri ini

Masih ada nilai luhur yang tinggal, Bhineka Tunggal Ika

Di tengah perdebatan ideologi mana yang terbaik untuk diterapkan di negeri ini

Masih ada lambang Garuda Pancasila yang kokoh berdiri

Di tengah makin lupanya rakyat akan pengibaran bendera merah putih

Masih ada bendera merah putih yang berkibar di tangan pemenang olimpiade internasional

Di tengah makin populernya penggunaan bahasa asing

Masih ada yang bangga berbahasa Indonesia dan bahasa daerah yang merupakan bagian dari tanah air Indonesia

Di tengah makin pesimisnya terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini

Masih ada tetap terungkapnya kasus-kasus korupsi baru

Di tengah banyaknya bangunan sekolah yang rusak

Masih ada sekolah di pedalaman yang tetap berjalan walau tanpa fasilitas ‘wah’

Di tengah makin banyaknya pejabat yang mementingkan diri sendiri daripada rakyatnya

Masih ada orang beruntung yang mau membagikan keberuntungannya bagi sesama

Di tengah makin banyaknya orang mengatasnamakan agama untuk kepentingan pribadi/kelompok

Masih ada orang yang tetap memberi tanpa pamrih atas nama apa pun

Di tengah perjalanan bangsa Indonesia

Pasti banyak pesimisme, apakah akan terus melangkah atau terhenti?

Berapa banyak kah orang Indonesia yang berpikiran seperti ini?

Berapa banyak kah orang yang banyak bicara tentang negeri namun sedikit atau sama sekali tidak bekerja untuk negeri?

Berapa banyak kah keluhan daripada harapan?

Tuhan tidak pernah memberikan keterpurukan apabila umat-Nya selalu berusaha, tanpa hanya meminta-minta.

Wahai rakyat Indonesia, perjuangan kita tidak pernah berakhir.

Untuk menegakkan kemerdekaan yang sesungguhnya bagi negeri tercinta ini.

Kemerdekaan atas segala ketidakadilan.

Kemerdekaan atas segala kemunafikan.

Kemerdekaan atas segalanya.

Kemerdekaan untuk berharap dan bekerja keras untuk selalu membangun negeri ini.

Di tengah keputusasaan

Pasti masih ada harapan

Untuk Indonesia yang lebih baik

Yakin, Indonesia  bisa lebih baik dan jadi yang terbaik bagi kita semua.

Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-67 Tahun.

Jayalah selalu negeriku tercinta.

Penyesatan Dalam Gereja

Nah untuk artikel saya kali ini, saya ingin share tentang pengalaman saya mengikuti Seminar Rohani Kristen, yang saya ikuti di Hotel Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya, tanggal 15 Agustus kemarin. Acara ini tidak sengaja saya ikuti setelah melihat publikasi di jalan-jalan kota Palangkaraya.

“Penyesatan dalam Gereja”, itulah tema seminar yang diangkat. Cukup menarik dan membuat saya penasaran. Ditambah lagi pemberian materi itu dilakukan oleh Bapak Pdt. Erastus Sabdono, pendeta yang dari dulu sering saya dengar khotbahnya di radio-radio, namun baru tadi malam saya melihatnya secara langsung.

Penyampaian dan pemberian contoh-contoh oleh pak pendeta cukup lucu sehingga tidak menmbuat peserta seminar bosan.

Ada pun poin-poin yang saya tangkap dari penjelasan beliau adalah sebagai berikut.

  1. Alkitab perjanjian lama ditulis sebelum masehi, sedangkan perjanjian baru ditulis sekitar 40-90an masehi.
  2. Kata “percaya” saat ini mengalami pergeseran makna di sebagian besar gereja.
  3. Percaya sering disepelekan dan disampaikan secara salah oleh gereja kepada jemaat, inilah yang dinamakan penyesatan.
  4. Banyak orang Kristen salah pengertian bahwa dengan percaya, mereka akan diberkati dengan sendirinya, hidupnya akan enak, tentram, damai sejahtera, kaya raya, sukses, dan lain sebagainya.
  5. Sehingga makna “percaya” dapat dikatakan instan dan orang-orang “percaya” pasti selamat serta dapat hidup yang enak.
  6. Padahal “percaya” tidak sesempit itu.
  7. Pada Kitab Perjanjian Baru, orang-orang percaya banyak mengalami kesengsaraan, yang menguji iman percaya mereka, dan mereka tetap percaya.
  8. Inilah salah satu contoh makna percaya yang sebenarnya, tidak sesempit asal percaya pasti selamat.
  9. Oleh karena itu Paulus mengatakan bahwa “kamu lebih dari sekedar pemenang”, menjelaskan bahwa itu adalah apresiasi Paulus terhadap ketaatan dan kesetian jemaat di Roma pada saat itu, yang walaupun menderita, mendapat ancaman dari kekaisaran Roma, namun mereka tetap mempertahankan kepercayaan mereka terhadap Yesus Kristus.
  10. Apalagi “hanya” dengan “percaya”, hidup kita akan lebih baik.
  11. Tidak bisa hanya dengan seperti itu saja, perlu kerja keras. Karena: penderitaan menimbulkan ketekunan, dari ketekunan menumbuhkan tahan uji, dan dari tahan uji menimbulkan pengharapan akan Tuhan.
  12. Jangan sampai jadi orang Kristen “percaya” instan tanpa kerja keras.
  13. Pdt Erastus Sabdono mengingatkan jemaat agar tidak gampang memaknai “percaya”, dan waspada terhadap ajaran-ajaran ini.
  14. Di samping itu ada hal-hal lain yang disampaikan seperti teladan orang Kristen, tidak usah memandang gereja apa pun karena tetap satu tujuan, dan lain sebagainya.

Demikian poin-poin yang saya tangkap dari penyampaian yang disampaikan beliau kepada ratusan jemaat yang hadir dalam acara seminar rohani ini. Dan tak lupa juga, acara seminar ini merupakan rangkaian acara Musyawarah Daerah Gereja Bethel Indonesia di Kalimantan Tengah.

Pada intinya saya setuju dengan yang disampaikan beliau, bahwa sebagai orang Kristen, kita jangan hanya menginginkan buah langsung, tapi dari benih. Yang artinya kita menjalani proses kita bertumbuh sebagai orang Kristen dengan baik. Bukan dengan cara instan “asal percaya” sehingga semuanya “baik-baik saja”.

Semoga dari tulisan review singkat ini dapat memberikan pelajaran bagi kita semua, dan tentunya bermanfaat. Tuhan memberkati J

Move On

Gak sengaja malam ini saya denger lagu The Script yang judulnya The Man Who Can’t Be Moved. Lagu kenangan banget sih itu, gak tau kenapa tiap kali denger rasanya nano-nano tapi tetap asik hehe. Jadi ingat momen-momen galau di masa lalu. Ups jadi curhat colongan nih :p

Oke langsung aja ke poinnya. Seperti judul di atas, “Move On”. Sering banget sekarang kita denger kata itu, apalagi buat orang-orang penderita penyakit “Galau” haha. Tapi saya juga pernah kok ngerasain itu, dan rasanya gak enak banget.

Nah khusus untuk yang mau saya share kali ini adalah mengenai “Move On” terutama buat kita yang ditinggalin pasangan kita dengan cara yang gak enak. Atau caranya enak tapi kita gak bias terima kenyataannya. Nah lo? Haha jadi campur aduk deh ya pastinya.

Oke, langsung aja tips yang bisa saya share berikut ini.

Step 1 : Kenang

Image

Pasti bingung ya? Kenapa momen bersama doi harus diinget? Bukannya malah bikin susah move on? Nah itu dia, kita perlu sisih waktu kita buat bener-bener kenang semua kenangan bersama si mantan doi, entah itu kenangan indah atau pun buruk. Bukan buat kita makin galau, tapi emang perlu guys. Kita perlu 100% waktu untuk mengenang si doi, baru setelah itu lanjut ke step berikutnya.

“Kenangan, baik atau buruk, adalah suatu goresan yang terukir abadi dalam perjalanan hidup kita”

-Riko Apriadi-

Step 2 : Maafkan

Image

Untuk step ke-2 ini adalah tahap memaafkan. Ke siapa? Tentunya ke siapa pun yang di masa lalu yang udah nyakitin hati kita guys. Entah si doi sendiri atau pihak ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya (kalo banyak yang ikut campur dan bikin runyam nih hehe). Tahap ini perlu banget guys, karena salah satu hal yang paling sulit adalah maafin orang yang udah nyakitin kita, dan memaafkan tentunya dengan ikhlas pasti move on akan cepat. Oia dan satu lagi yang penting, kita memaafkan diri sendiri mungkin hal di masa lalu itu terjadi karena kesalahan kita juga. Coba deh J

“Mengampuni, maka kita pun diampuni atas kesalahan yang pernah kita perbuat”

Step 3 : Lupakan

Image

Di step ke-3 ini, udah sampai ke yang namanya melupakan. Lupain apa pun yang udah buat kita sakit hati di masa lalu. Tapi bukan berarti lupain semuanya kayak orang amnesia ya hehe. Tahap ini juga sulit kalo step 1 dan 2 nya dijalani dengan setengah-setengah. Dan pada tahap ini juga, bukan berarti kita melupakan doi, tapi kita melupakan kenangan buruk bersama doi. Anggap aja ke depannya si doi hanyalah teman yang dulu sempat dekat dengan kita.

“Kenangan indah kita kenang dan syukuri, kenangan buruk kita jadikan pelajaran untuk menguatkan hati”

-Riko Apriadi-

Step 4 : Melangkahlah

Image

Bentuknya terserah, yang penting setelah kita melewati tiga tahap sebelumnya, kita sudah dapat beraktivitas seperti semua dan selalu melangkah dengan positif. Sambil percaya semua hal pahit di masa lalu adalah pembelajaran untuk menghargai hal manis yang kita rasakan di hidup kita guys.

“Masa lalu adalah pembelajaran untuk berusaha hari ini dan menuainya di masa depan”

-Riko Apriadi-

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat. Keep MOVE ON!

Random Tweets About Active and Passive Leader

“Live for nothing or die for something” nice quote from random film I’ve forgot. Agree? I do

Talk about leadership and future. Sometimes I get attention on these 2 words. Are they related? I don’t know, just let it flow 🙂

 

Passive and active leader. You choose?

 

Being safety is comfortable for passive one. Loved by everyone, no-fast response for any problem. But for what?

 

Sometimes you need to be more actively leader, it doesn’t mean you change your character/attitude, but every organization need it

 

Based on random situations, leader needs to take the right action on the right time. ‘Active’ when your place is quietly going ‘passive’

 

‘Passive’ here means your ‘place’ being unproductive, and there are so many exist people but ’empty brain’, no progressive vision to ‘place’

 

That’s why we need to learn how to be ‘water’, ‘fire’, ‘earth’, ‘wind’, ‘metal’. Passive and active leader are between these ‘five’ 🙂

 

Failure things will come true for any leader who doesn’t understand what ‘place’ need for now and future

“Lead yourself before you’re going to bigger ‘place’..” We often hear about this quote but hard to do

“Leadership is a choice between hurt and happiness”. The more you hurt the more you learn. Then happiness will come in its way 🙂

 

 

 

 

 

The Swordless Samurai – Hideyoshi Toyotomi

Mau share tentang buku yang inspiratif nih temen-temen. Judul bukunya “The Swordless Samurai”.

Mengisahkan tentang kisah hidup salah seorang pemimpin besar dan legendaris di Jepang pada abad ke-XVI. Ya, nama orang itu adalah Hideyoshi Toyotomi.

Kebetulan Hideyoshi Toyotomi ini adalah salah satu karakter favoritku saat bermain game Samurai Warriors. Makanya, saat pertama kali melihat buku ini, saya jadi tertarik untuk membacanya. Dan ternyata… saya tidak salah pilih buku. Buku yang saya baca ini sangat inspiratif dan edukatif.

Inspiratif, karena mengisahkan pengalaman hidup seorang “anak monyet” (julukan Hideyoshi), yang berangkat dari keluarga miskin, menderita, ditinggal wafat ayahnya saat berusia tujuh tahun, bandel, sering mengecewakan ibunya. Sampai akhirnya sang anak monyet mengambil tindakan nekat, yaitu mengembara dan berpisah dengan ibunya. Dia akan kembali apabila sudah sukses dalam pengembaraannya.

Dalam pengembaraannya ini, dia pernah bekerja di bawah Klan …. (saya lupa namanya hehe..), dan akhirnya dipecat oleh suatu sebab yang bukan kesalahannya. Kemudian akhirnya memutuskan untuk memilih pemimpin yang tepat baginya. Orang itu adalah Nobunaga Oda.

Di perjalanan hidupnya bersama Nobunaga, dan Klan Oda, banyak kisah hidup yang diukir oleh Hideyoshi. Mulai dari dia yang awalnya sebagai pembawa sandal Nobunaga, sampai dengan menjadi Jenderal Perang kepercayaan sang pemimpin.

Hideyoshi adalah orang pertama setelah era kelam sebelumnya, yang menyatukan Jepang di bawah satu bendera. Pemimpin tertinggi di Jepang pada abad ke-XVI, tentunya setelah Kaisar. Dia juga orang pertama yang berhasil menjadi pemimpin dari kalangan rakyat jelata. Tidak ada garis darah atau keturunan bangsawan sama sekali.

Hal inilah yang sangat menginsipirasi bagi siapa pun yang membacanya.

Edukatif. Ya tentu saja, karena di samping menceritakan perjalanan hidup The Swordless Samurai, buku ini juga menyelipkan ajaran-ajaran dalam seni kepemimpinan. Cukup berdasar, karena hal ini melalui riset dan penelitian yang cukup mendalam mengenai karakter Hideyoshi Toyotomi.

Hal-hal yang diajarkan seperti melayani, menghargai setiap orang, berikan kompensasi, serta masih banyak lagi yang tentunya tersirat jelas dari buku ini.

Intinya pelajarannya adalah : pengabdian, kerja keras, penghargaan, dan tindakan tegas. Hal-hal yang tentunya harus dilakukan oleh seorang pemimpin sejati yang baik.

Sekian ulasan singkat dari saya mengenai buku “The Swordless Samurai” ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Perbedaan PULBAKET dan Penyelidikan

Artikel ini sekedar share saya dari tugas Semester Pendek Mata Kuliah Hukum Acara Pidana.

 

Pengertian PULBAKET dan Penyelidikan

PULBAKET adalah pengumpulan-pengumpulan:

– Bahan-bahan dan

– Keterangan-keterangan

dengan berbagai upaya yang:

– sah dan

–  bertanggung jawab

dalam rangka mengumpulkan:

–  fakta,

–  barang bukti dan

– alat bukti yang relevan dengan dugaan terjadinya tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

 

dan

 

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk:

-mencari dan

-menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

(Pasal 1 butir 5 KUHAP).

Kesimpulan

Penyelidikan dilakukan pada suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana baik tindak pidana umum atau tindak pidana khusus, sedangkan PULBAKET lebih khusus lagi dilakukan pada suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

Sosialisasi Hukum Acara Pidana Online di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya oleh BPHN

Di artikel saya kali ini, saya akan membagikan sedikit ringkasan tentang Sosialisasi Hukum Acara Pidana Online. Seharusnya  saya share tentang ini dari kemarin, tapi berhubung sibuk (agak dibuat-buat hehe). Nah semoga bermanfaat bagi pembaca semua J

Sosialisasi diadakan pada hari Selasa, tanggal 17 Juli 2012 di Auditorium Lantai 6 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yang diadakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, serta ditambah kuliah umum oleh dosen-dosen bidang Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Topik-topik yang dibahas tidak jauh dari bidang Hukum Pidana. Berikut adalah resume singkat sosialisasi yang diadakan tersebut.

 

BPHN

BPHN berkiprah dalam meletakkan dasar-dasar tata hukum nasional, dengan visi “Terwujudnya Sistem Hukum Nasional yang Adil dan Demokratis”, serta misi “Mewujudkan Masyarakat Cerdas Hukum”. Sosialisasi yang dilakukan merupakan salah satu cara demi tercapainya visi dan misi dari BPHN kepada masyarakat, terutama civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Peningkatan jaringan dokumentasi dan informasi hukum nasional yang terpadu dan terintegrasi melalui pembangunan website, yaitu www.bphn.go.id

Dalam kesempatan pertama tersebut, BPHN melakukan sosialisasi mengenai Kompilasi Hukum Acara Pidana Online.

Penyajiannya disusun:

1. Mengikuti kerangka atau sistematika tahapan-tahapan yang ada di dalam KUHAP

2. Berdasarkan pengelompokan atas klasifikasi hukum acara pidana khusus yang dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan hukum acara pidana yang berlaku di beberapa lembaga penegak hukum.

Kompilasi Hukum Acara Pidana Online tersebut dapat diakses di situs www.bphn.go.id dan www.acarapidana.bphn.go.id

Materi yang ada di dalam situs tersebut semuanya terkait proses atau tahapan-tahapan yang diatur di dalam hukum acara pidana atau yang lebih khusus lagi, kepada pihak-pihak yang terkait.

Materinya berisi hukum acara pidana umum dan hukum acara pidana khusus. Hukum acara pidana umum sebagaimana yang diatur dalam KUHP dan KUHAP, sedangkan hukum acara pidana khusus misalnya kasus korupsi ada tambahan undang-undang yang khusus mengatur tindak pidana korupsi.

Namun, menurut penyampaian dari BPHN, situs ini baru dilakukan pembaharuan atau update pada bulan Januari 2012 ini. Waktu yang cukup lama untuk melakukan pembaharuan isi dari situs tersebut.

 

Kuliah Tamu oleh Drs. H. Adami Chazawi, SH

Pada kesempatan kedua, dilanjutkan dengan penyampaian materi kuliah hukum acara pidana oleh Drs. H. Adami Chazawi, SH. Materi yang disampaikan adalah “Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pidana”.

Berikut merupakan poin-poin singkat dari materi yang disampaikan pada kuliah tamu tersebut.

Hukum acara pidana kodifikasi (KUHAP) yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981. Setelah Indonesia merdeka baru KUHAP tersebut yang disusun dalam suatu kodifikasi. Namun masih menyisakan banyak masalah, misalnya tidak ada ketentuan mengenai batas berapa kali pra penuntutan dapat dilakukan oleh penuntut umum.

Perkembangan hukum pidana materiil saat ini cepat. Bisa jadi penegak hukum kesulitan untuk mengetahui semuanya, karena tersebar pada banyak sekali UU, yang tidak semua penegak hukum memiliki kemampuan untuk mengikuti perkembangannya.

Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian hukum acara pidana secara menyeluruh dan berada dalam suatu kompilasi, mirip kodifikasi KUHAP, atau sebagai tambahan KUHAP di luar KUHAP.

Ciri/kriteria hukum acara pidana khusus.

Sampai kini belum ada patokan. Kriteria penting ditetapkan mengingat dalam setiap UU baik UU Khusus Pidana maupun bukan UU khusus pidana, hampir selalu terdapat/disertai hukum acaranya.

Ciri-ciri tindak pidana lex specialis tentu tidak sama persis dengan hukum acara lex specialis, mengingat sifat dan keadaan isi normalnya berbeda. Namun inti atau sari dari pengertian lex specialis tindak pidana digunakan sebagai ciri hukum acara pidana lex specialis.

Kiranya ciri umum hukum acara pidana lex specialis adalah harus sama bidang hal yang diaturnya dan setingkat. Sementara peraturan pelaksanaannya boleh berada di bawah UU.

Berdasarkan ciri hukum acara pidana khusus, kiranya tidak perlu diletakkan pada UU pidana atau bukan, sebagaimana semula kriteria hukum pidana (tindak pidana) khusus yang diletakkan pada item isi dan sifat objek pengaturan UUnya, yang hanya berlaku khusus pada UU yang khusus mengatur hukum pidana.

Praktik-praktik yang menyimpangi KUHAP.

Penyimpangan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)

Praktik ini dirasakan merugikan pelaksanaan pekerjaan kejaksaan. Karena kejaksaan kehilangan/dikurangi haknya untuk mengikuti perkembangan penanganan perkara (koordinasi). Terkadang tanpa SPDP, perkara telah dihentikan penyidikannya.

2. Lembaga Pra Penuntutan

Oleh karena tidak ditentukan dalam pasal itu tentang, pertama batas waktu penyidik untuk melengkapinya dan mengembalikannya kepada kejaksaan, dan kedua tidak adanya sanksi atas keterlambatan atau sama sekali tidak mengirimkannya kembali, maka penyimpangan praktik dapat berbagai kemungkinan yang menghambat lancarnya tahapan dalam hukum acara pidana.

3. Penahanan (Surat Perintah Penahanan/SPP)

KUHAP mensyaratkan dua syarat terkait penahanan, yaitu syarat objektif dan subjektif.

Syarat subjektif sering disimpangi. Perkataan “adanya” “keadaan” yang dirumuskan dalam pasal 21 ayat (1), syarat itu tidak murni subjektif, melainkan subjektif bersyarat, atau subjektif-objektif, atau subjektif yang diobjektifkan. Perkataan “keadaan” itu harus diterjemahkan dengan indikator-indikator tertentu mengapa pejabat penahan merasa khawatir. Keadaan-keadaan itu adalah murni objektif yang dinilai oleh pejabat penahan. Dalam praktik acapkali keadaan itu tidak diperhatikan. Disinilah letak penyebab terjadinya protes masyarakat terhadap tindakan penahanan.

4. Pengalihan Jenis Penahanan

Yang dimaksud adalah pengalihan jenis penahanan dari RUTAN ke jenis penahanan kota atau rumah. Masalah krusial terkait pengawasannya. Cara pengawasannya ialah menetapkan wajib lapor secara periodik ke lembaga penahan. Cara ini tidak bias menjamin yang bersangkutan tidak melarikan diri.

5. Putusan Yang Dibacakan Hakim

Ketika dibacakan putusan belum diketik dan ditandatangani oleh majelis hakim. Kejadian seperti ini acapkali terjadi dan berdampak negatif baik bagi terdakwa/terpidana atau penuntut umum.

6. Menerima PK Jaksa Terhadap Putusan Bebas

Pembenaran MA terhadap PK jaksa berdampak buruk dan tidak menguntungkan penegakan hukum. Putusan tersebut melampaui kewenangan hakim, karena jaksa menggunakan suatu hak (PK) yang sesungguhnya tidak dimilikinya.

7. Pembenaran Kasasi Biasa Jaksa Atas Putusan Bebas

Kriteria putusan bebas yang tidak murni menurut putusan MA No. 275L/Pid/1983 tidak mudah dimengerti. Oleh sebab itu perlu dicari pengertian pada frasa “sebutan tindak pidana” yang tidak jelas, dengan menafsirkan/ditafsir lagi.

Kuliah Tamu oleh Dr. Prija Djatmika, SH, MS

Pada kesempatan terakhir, kuliah tamu diisi oleh Dr. Prija Djatmika SH, MS. Materi yang disampaikan mengenai “Kriminalisasi di Luar KUHP dan Implikasinya terhadap Hukum Acara Pidana”

Semua kalangan hukum menyambut baik ketika KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) diundangkan. Dapat dikatakan sebagai karya agung bangsa Indonesia.

Namun pada kenyataannya tidak serta merta dapat diwujudkan sebagaimana seharusnya peraturan berbunyi, baik karena adanya problem struktur di lapangan, substansi hukum dalam KUHAP yang tidak komprehensif dan membutuhkan peraturan pelaksanaan lagi yang tidak segera dibuat, serta problem kultur hukum pelaksana hukum dan subyek yang diatur, yang tidak serta merta dapat berubah dan meninggalkan kultur hukum HIR untuk berperilaku sebagaimana kultur hukum yang dibangun oleh KUHAP.

Problem struktur contohnya adalah masih banyaknya belum dibangun lembaga-lembaga structural yang diamanatkan KUHAPm seperti rumah tahanan negara (rutan) dan rumah penyimpanan barang sitaan (rupbasan).

Problem substantif dalam KUHAP, terletak pada banyaknya pasal yang pelaksanaannya masih membutuhkan peraturan pelaksanaan, namun belum seluruhnya dibuat hingga kini. Selain itu ada pasal yang menjamin hak tersangka untuk wajib didampingi penasehat hukum (Pasal 56 KUHAP) tetapi tidak ada sanksinyab bila pasal itu tidak dijalankan oleh penyidik/penuntut umum/hakim.

Problem kualitas kultur hukum aparat dan subyek yang diatur (tersangka/terdakwa/korban), agar dapat menegakkan KUHAP secara sungguh-sungguh, malah lebih parah lagi. Masih terdapat berita mengenai penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada tersangka untuk mendapat pengakuannya. Selain itu juga sosok aparat yang kuat dan tidak dapat dilawan secara hukum, atau sosok yang menakutkan untuk diperkarakan, masih kental di mayoritas masyarakat awam hukum.

Problem KUHAP yang lain adalah kian sulitnya menjadikan KUHAP untuk diberlakukan secara unifikasi untuk semua jenis tindak pidana yang terjadi, sebagaimana diidealkan sejak awal mula pembuatannya (pasal 184 KUHP). Kian sulit teratasi karena para pembuat undang-undang dalam kebijakan formulatifnya banyak merumuskan jenis kejahatan baru yang mengatur pula hukum acaranya sendiri, seperti UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Terorisme, yang beberapa aturannya bertentangan secara diametral dengan ketentuan dalam KUHAP, atau berbeda sama sekali.

Sangat logis bila muncul kebijakan legislatif yang mengkriminalkan banyak perbuatan mengingat perkembagan dinamika masyarakat yang sangat memungkinkan lahirnya jenis kejahatan baru, yang tidak terakomodir KUHP. Namun, dalam rangka memberlakukan KUHAP sebagai ketentuan perundangan yang terkodifikasi dan terunifikasi, sebaiknya tetap tunduk pada KUHAP. Apabila dirasa masih kurang memadai, maka tidak dengan cara membuat hukum acara baru, melainkan dengan memoerbaharui KUHAP agar dapat mengakomodir perkembangan kebijakan legislatif sedemikian itu, sehingga tidak lagi terjadi pluralism dalam hukum acara pidana di negeri ini.

Long Time No See

Cukup lama juga saya tidak mengisi blog tercinta ini hehe. Entah karena memang sibuk. Ha? Sibuk??? Gak salah??? Emang gak salah kok, masih sibuk ngurusin diri sendiri biar bisa sibuk. Sibuk dalam hal-hal yang positif tentunya.

Kadang susah juga ya, sibuk tapi sibuk yang positif. Kenapa susah? Mungkin karena kecenderungan kita sebagai manusia ini untuk malas. Kalau tidak salah dari suatu buku yang pernah say abaca (tapi lupa judulnya), manusia memang begitu, cenderung ke sifat yang jelek. Malas adalah salah satunya.

Malas memang Pe Er terbesar bagi sebagian banyak orang. Termasuk saya. Makanya biar gak malas terus-terusan, saya niatkan diri untuk menulis (lebih tepatnya mengetik sih, hehe). Karena tentunya ada banyak ide yang terlewatkan, yang seharusnya bisa saya masukkan ke dalam blog saya ini. Tapi kebanyakan ide-ide itu mengendap di dasar pikiran sampai-sampai saya pun susah untuk mengambilnya kembali. Semoga saja ide-ide itu bisa muncul lagi. Semogaaa.

Nah saya barusan kepikir, mungkin efek saya kemarin-kemarin suka nuangin ide di twitter kali ya? Mungkin sih. Mumpung ingat twitter, ada baiknya bagi anda yang sedang membaca blog saya agar follow twitter saya @RikoApriadi hehe J , siapa tau kalo lagi gak buka blog ini, tuangan ide saya masih bisa di akses di dunia twitter yang lagi nge-trend sekarang, terutama bagi anak-anak muda Indonesia.

Tadi bahas twitter, saya juga jadi keinget Facebook saya hehe, kalo ada yang mau add bisa add akun saya Riko Apriadi Nandjan.

Karena sekarang jejaring social bisa mendekatkan yang jauh, mari kita jalin komunikasi sebaik-baiknya J. Tapi hati-hati, karena kadang jejaring social juga bisa menjauhkan yang sudah dekat. Nah lo! Haha. Okelah kalo gitu, semoga updating blog saya ini dapat bermanfaat bagi kita semua 🙂

“Stay positive, stay productive”